Home » » manajemen berbasis sekolah

manajemen berbasis sekolah



KATA PENGANTAR
            Segala puji dan puja syukur atas kehadirat Allah swt semoga kita selalu dalam lindungannya, Sholawat dan salam semoga selalu terurahkan atas junjungan kita nabi Muhammad Saw yang telah membawa kita dari zaman kebodohan sampai zaman iman dan islam, semoga kita mendapatkan syafaatnya di yaumilakhir nantinya amin ya robbbal'alamin. Alhamdullah dengan izin Allah makalah ini dapat kami susun dengan baik, dan juga terima kasih kepada dosen kami M. Ramli,M.Pd yang telah membimbing kami untuk mata kuliah manajemen berbasis sekolah ini, semoga makalah ini bermanfaat dan jika adalah terdapat kesalahan kami mohon maaf, kami menerima dengan senang hati bila ada kritik dan sarannnya. Demikian dan terima kasih

1.      PENGAWASAN DAN EVALUASI
            Monitoring, evaluasi, pembinaan, dan supervisi merupakan bagian tak terpisahkan dari pengawasan/supervisi rutin. Untuk membantu sekolah meningkatkan kualitas pelaksanaan MBS dengan baik, diperlukan adanya pengamatan, pemantauan, pembinaan, supervisi, kontrol yang kontinyu, dan berkelanjutan. Dengan kegiatan tersebut diharapkan hasilnya akan menjadi umpan balik(feedback) dan pembinaan guna perbaikan pelaksanaan program MBS sesuai dengan rambu-rambu dan ketentuan/regulasi yang ada. Dengan demikian pengawasan merupakan salah satu fungsi dari manajemen pendidikan yang harus dilakukan agar pelaksanaan program dapat berjalan sesuai dengan rambu-rambu dan regulasi pendidikan yang ada.
            Sedangkan pengawasan adalah suatu kegiatan untuk memastikan bahwa hasil actual sesuai dengan yang direncanakan. Orang yang melakukan pengawasan disebut pengawas atau supervisor.  Sehingga peranan pengawas sekolah dalam MBS adalah tindakan seorang pengawas (benar atau salah, baik atau buruk) yang dapat mempengaruhi hasil atau tujuan dari manajemen berbasis sekolah. inti dari tanggung jawab pengawas sekolah adalah tercapainya mutu pendidikan di sekolah yang dibinanya.(Nana Sudjana,Supervisi Pendidikan Konsep dan Aplikasinya,2011:29). Pengawas sekolah sebagai pejabat fungsional Bertugas sebagai penilai dan pembina bidang teknik edukatif dan teknik adminsitratif disekolah yang menjadi tanggung jawabnya, (PP 19 Tahun 2005). Sebagai pejabat fungsional dan sesuai dengan nama jabatannya, pengawas sekolah bertugas melakukan pengawasan. Setiap Pengawas Sekolah wajib melaksanakan pengawasan akademik dan pengawasan manajerial. Seorang pengawas akan memonitoring untuk menyakinkan bahwa semua kegiatan organisasi terlaksana seperti yang direncanakan, sekaligus  untuk mengoreksi dan memperbaiki bila ditemukan adanya penyimpangan yang akan mengganggu pencapaian tujuan yang telah ditetapkan
            Pengawasan terhadap pelaksanaan program MBS di sekolah dilakukan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik. Hasil pengawasan bisa menjadi bahan rujukan untuk mengetahui kondisi sekolah, tingkat kemajuan, serta efektivitas dan efisiensi kegiatan MBS yang akan menjadi umpan balik, memberikan orientasi kebijakan dan tindak lanjut bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan program MBS di wilayahnya. Panduan Pengawasan Dan Evaluasi Pelaksanaan Program Manajemen Berbasis Sekolah turut serta dalam proses pengawasan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing–masing.
            Evaluasi sebagai salah satu tahapan dalam MBS merupakan kegiatan yang penting untuk mengetahui kemajuan ataupun hasil yang dicapai oleh sekolah didalam melaksanakan fungsinya sesuai rencana yang telah dibuat sendiri oleh masing-masing sekolah. Evaluasi pada tahap ini adalah evaluasi menyeluruh, menyangkut pengelolaan semua bidang dalam satuan pendidikan yaitu bidang teknis edukatif (pelaksanaan kurikulum/proses pembelajaran dengan segala aspeknya), bidang ketenagaan, bidang keuangan, bidang sarana prasarana dan administrasi ketatalaksanaan sekolah. Sungguh pun demikian, bidang teknis edukatif harus menjadi sorotan utama dengan fokus pada capaian hasil (prestasi belajar siswa).
            Evaluasi merupakan proses pengumpulan data dan informasi yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan sebagai dasar penilaian dan pengambilan keputusan dalam tingkat pelaksanaan program. Informasi dan data ini nantinya didokumentasikan dan disebarluaskan sebagai bagian dari upaya mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam pelayanan pendidikan tingkat nasional dan daerah ke arah lebih baik. Implementasi MBS diterapkan dengan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan menggunakan prinsip kemandirian, partisipatif, transparan, dan akuntabel. Penerapan MBS harus terus dipantau, ditemukan dikenali kendalanya, dan dicarikan upaya-upaya untuk semakin memantapkan pelaksanaannya.
            Pelaksanaan program MBS perlu dievaluasi dengan tujuan untuk: (a) mengetahui tingkat ketercapaian target yang telah ditetapkan, (b) mengetahui target apa saja yang belum tercapai dan target apa saja yang sudah tercapai, (c) mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan target-target tersebut belum tercapai, (d) mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan dan upaya-upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, dan (e) mengidentifikasi unsur rencana dan pelaksanaan program yang perlu diperbaiki sehingga diperoleh hasil yang lebih optimal pada tahun berikutnya.
            Evaluasi pelaksanaan program dilakukan dalam tiga tahap, yaitu: Awal pelaksanaan program, Tengah pelaksanaan program dan Akhir pelaksanaan program. Evaluasi awal program dimaksudkan untuk mengetahui kondisi awal pelaksanaan program. Evaluasi tengah program dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan, kendala yang dihadapi, upaya mengatasi kendala yang dilakukan, dan target yang sudah dicapai. Evaluasi akhir dimaksudkan untuk mengetahui pancapaian target akhir program. Sebelum melaksanakan evaluasi program, tim perlu menyusun alat dan strategi evaluasi. Alat evaluasi tersebut dimaksudkan untuk menilai Panduan Pengawasan Dan Evaluasi Pelaksanaan Program Manajemen Berbasis Sekolah ( MBS )
            Program MBS merupakan program peningkatan kualitas pendidikan yang meletakkan sekolah sebagai ‘pusat’ dari pelaksanaan pembelajaran melalui manajemen yang transparan dan partisipatif, guru-guru yang terampil dalam mengaplikasikan pendekatan yang mengoptimalkan potensi anak, serta masyarakat yang peduli pendidikan. Untuk membantu sekolah menjalankan pendekatan-pendekatan tersebut dengan benar, dibutuhkan supervisi klinis dari pengawas sekolah dan juga dari pihak pihak terkait lainnya, yang akan secara teratur memberikan umpan balik baik mengenai pencapaian keberhasilan atau pun kelemahan, mendiskusikan tindak lanjut, melakukan pembinaan, dan memantau perkembangan sekolah tersebut. Hasil pengawasan dan evaluasi dapat digunakan untuk mengukur tingkat kemajuan pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, keberhasilan pengawasan dan evaluasi ditentukan oleh informasi yang cepat, tepat dan cukup untuk pengambilan keputusan.
2.      EVALUASI DIRI SEKOLAH (EDS)
            Di beberapa negara maju, misalnya Inggris, EDS, yang disana disebut dengan SSSE (Supported  School Self-Evaluation), sudah cukup lama dilaksanakan sebagai instrumen utama untuk dasar penyusunan program peningkatan mutu pendidikan. Pengisian instrumen ini dilaksanakan secara berkala oleh Kepala Sekolah bersama Komite Sekolah dengan diverifikasi oleh Pengawas Sekolah yang bertugas membina sekolah tersebut.
            Dalam praktiknya di Indonesia, Evaluasi Diri Sekolah (EDS) sesungguhnya tidak semata-mata dilaksanakan oleh sekolah bersama Komite Sekolahnya saja dalam Tim Pengembang Sekolah (TPS), namun juga didukung oleh kehadiran Pengawas Sekolah yang lebih berfungsi sebagai verifikator dan validator terhadap hasil penilaian yang dilakukan oleh sekolah bersama komitenya. Pengawas juga merupakan salah satu anggota TPS. Dengan keikutsertaan Pengawas Sekolah, diharapkan hasil pengumpulan data EDS dapat benar-benar secara valid memotret/memetakan kondisi capaian sekolah terhadap SNP atau SPM seobjektif mungkin, yang kemudian menjadi landasan pengembangan program satuan pendidikan dalam bentuk sebuah dokumen perencanaan di satuan pendidikan yaitu rencana kerja sekolah (RKS).
            Keterlibatan Pengawas tidak dimaksudkan sebagai inspektur yang hanya mencari kesalahan sekolah saja, namun lebih difungsikan sebagai pembina yang juga ikut bertanggung jawab untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan di sekolah tersebut melalui pengisian instrumen EDS. Jadi, sama halnya dengan implementasi SSSE di Inggris, EDS di Indonesia juga sesungguhnya merupakan supported EDS. Dengan pola supported EDS hubungan kerja sama antara sekolah dengan Pengawas Sekolah menjadi benar-benar bermakna yang semata-mata ditujukan demi peningkatan mutu pendidikan di sekolah tersebut.
            Evaluasi diri sebagai langkah awal bagi sekolah yang ingin, atau akan melaksanakan manajemen mutu berbasis sekolah. Kegiatan ini dimulai dengan curah pendapat brainstorming yang diikuti oleh kepala sekolah, guru, dan seluruh staf, dan diikuti juga anggota komite sekolah. Prakarsa dan pimpinan rapat adalah kepala sekolah. Untuk memancing minat acara rapat dapat dimulai dengan pertanyaan seperti: Perlukah kita meningkatkan mutu? seperti apakah kondisi sekolah/madrasah kita dalam hal mutu pada saat ini? Mengapa sekolah kita tidak/belum bermutu?. Kegiatan ini bertujuan:
1)      Mengetahui kondisi sekolah saat ini dalam segala aspeknya (seluruh komponen sekolah), kemajuan yang telah dicapai, maupun masalah-masalah yang dihadapi ataupun kelemahan yang dialami.
2)      Refleksi/Mawas diri, untuk membangkitkan kesadaran / keprihatinan akan penting dan perlunya pendidikan yang bermutu, sehingga timbul komitmen bersama untuk meningkatkan mutu sense of quality.
3)      Merumuskan titik tolak point of departure bagi sekolah/madrasah yang ingin atau akan mengembangkan diri terutama dalam hal mutu. Titik awal ini penting karena sekolah yang sudah berjalan untuk memperbaiki mutu, mereka tidak berangkat dari nol, melainkan dari kondisi yang dimiliki.
3.      KEPEMIMPINAN SEKOLAH/MADRASAH
            Kemampuan menggerakan, mempengaruhi, memotivasi,mengajak, mengarahkan, menasehati, membimbing, menyuruh, memerintah, melarang, dan menghukum (kalau perlu), serta membina dengan maksud agar manusia sebagai media manajemen mau bekerja dalam rangka mencapai tujuan administrasi secara efektif dan efisien. Gaya kepemimpinan merupakan suatu pola perilaku seorang pemimpin yang khas pada saat mempengaruhi anak buahnya, apa yang dipilih oleh pemimpin untuk dikerjakan, cara pemimpin bertindak dalam mempengaruhi anggota kelompok membentuk gaya kepemimpinannya.
            Standar Kompetensi Kepala Sekolah/Madrasah telah ditetapkan melalui Permendiknas No. 13 Tahun 2007 yang ditetapkan pada tanggal 17 April 2007. Dalam Permendiknas ini disebutkan bahwa untuk diangkat sebagai kepala sekolah seseorang wajib memenuhi standar kualifikasi dan kompetensi. Untuk standar kualifikasi meliputi kualifikasi umum dan khusus. Kualifikasi umum kepala sekolah yaitu, kualifikasi akademik (S1), usia maksimal 56 tahun, pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun, dan pangkat serendah-rendahnya III/c atau yang setara. Sedangkan kualifikasi khusus yatu berstatus guru, bersertifikat pendidik, dan memiliki sertifikat kepala sekolah.
Dalam Permendiknas No. 13 Tahun 2007 disyaratkan 5 kompetensi yang harus dimiliki kepala sekolah, yaitu:
1)      Kompetensi Kepribadian
            Kompetensi yang harus dimiliki kepala sekolah dalam dimensi kompetensi keribadian antara lain: (1)berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia, dan menjadi teladan akhlak mulia bagi komunitas di sekolah/madrasah; (2) memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin; (3) memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala sekolah/madrasah; (4) bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi; (5) mengen-dalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah/ madrasah; dan (6) memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan.
2)      Kompetensi Manajerial
            Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas, 2006), terdapat tujuh peran utama kepala sekolah yaitu, sebagai: (1) educator (pendidik); (2) manajer; (3) administrator; (4) supervisor (pengawas); (5) leader (pemimpin); (6) pencipta iklim kerja; dan (7) wirausahawan. Sebagai seorang manajer, kepala sekolah harus mempunyai empat kompetensi dan keterampilan utama dalam menajerial organisasi, yaitu ketrampilan membuat perencanaan, keterampilan mengorganisasi sumberdaya, keterampilan melaksanakan kegiatan, dan keterampilan melakukan pengendalian dan evaluasi.
3)      Kompetensi Supervisi
            Selama ini kegiatan supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah merupakan kegiatan insidental. Kegiatan ini biasanya dilaksanakan bagai guru yang akan naik pangkat atau untuk mengisi DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai). Kegiatan ini dilakukan kepala sekolah dengan sekadar melakukan kunjungan kelas dan menilai performa guru. Setelah kagiatan ini selesai maka selesailah kegiatan supervisi ini. Supervisi dalam pengertian intinya adalah kegiatan membantu guru bukan hanya untuk memvonis guru (benar atau salah). Kegiatan membantu guru harus dilakukan secara terencana dan sistematis bukan insidental sehingga dengan kegiatan supervisi kemampuan profesional guru dapat berkembang dengan optimal.
            Dalam Permendiknas No. 13 Tahun 2007 tentang kompetensi kepala sekolah, dimensi kompetensi supervisi terdiri atas tiga kompetensi, yaitu: (1) merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru; (2) melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat; dan (4) menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru. Kebanyakan kegiatan supervisi yang dilaksanakan kepala sekolah terhadap guru baru pada butir dua yaitu melaksanakan supervisi akademik dengan pendekatan dan teknik supervisi yang terbatas, yakni satu pendekatan dan teknik supervisi untuk semua tipe guru.
4)      Kompetensi Sosial
            Sekolah merupakan organisasi pembelajaran (learning organization) di mana sekolah selalu berhadapan dengan stakeholder. Kemampuan yang diperlukan untuk berhadapan dengan stakeholder adalah kemampun berkomunikasi dan berinteraksi yang efektif. Agar terbina hubungan yang baik antara sekolah dengan orang tua, sekolah dengan kantor/dinas yang membawahinya maka kepala sekolah harus mampu mengkomunikasikannya. Setiap kegiatan yang melibatkan dua orang atau lebih pasti membutuhkan komunikasi. Pembagian kerja administrasi dalam manajemen pendidikan yang meliputi 6 substansi manajemen pendidikan juga memerlukan komunikasi. Ketrampilan berkomunikasi sangat diperlukan dalam membina hubungan sosial.
            Bagi kepala sekolah, kegiatan komunikasi bermanfaat, antara lain untuk: (a) penyampaian program yang disampaikan dimengerti oleh warga sekolah, (b) mampu memahami orang lain, (c) gagasannya diterima oleh orang lain, dan (d) efektif dalam menggerakkan orang lain melakukan sesuatu. Kebutuhan sekolah yang belum terpenuhi oleh pemerintah perlu mendapatkan bantuan dari pihak lain. Oleh karena itu kepala sekolah harus mampu menjalin kerja sama dengan berbagai pihak demi kepentingan sekolah. Kompetensi yang dibutuhkan tersebut dalam permendiknas No. 13 tahun 2007 dinamakan kompetensi sosial.
            Kepala sekolah merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan sekolah, yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan pada umumnya direalisasikan. Sehubungan dengan MBS, kepala sekolah dituntut untuk senantiasa meningkatkan efektifitas kinerja. Dengan begitu, MBS sebagai paradigma baru pendidikan dapat memberikan hasil yang memuaskan. Setiap pemimpin bertanggung jawab mengarahkan apa yang baik bagi pegawainya, dan dia sendiri harus berbuat baik. Pemimpin juga harus menjadi contoh, sabar, dan penuh pengertian. Fungsi pemimpin hendaknya diartikan seperti motto Ki Hadjar Dewantara: ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani (di depan menjadi teladan, di tengah membina kemauan, di belakang menjadi pendorong/memberi daya).
4.      SISTEM INFORMASI MANAJEMEN
            Kebutuhan informasi sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang berasal dari luar yang berbentuk lembaga misalnya dari masyarakat, pesaing, pemerintah, pengguna jasa pendidikan, lembaga keuangan, dan stakeholders. Dalam bentuk sistem informasi berupa teknologi, pengetahuan, penelitian dan pengembangan. Sedangkan informasi informal dapat berbentuk lembaga pendidikan berupa: struktur organisasi, manusia, proses, dan sumber daya.
            Sistem merupakan sekumpulan elemen/unsur yang saling berkerja sama untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Dalam sebuah sistem pendidikan terdapat input sumber, proses pendidikan, output, dan outcome. Input di dalam pendidikan berupa calon peserta didik. Sedangkan di dalam proses pendidikan terdapat: tujuan pendidikan, peserta didik, manajemen, struktur dan jadwal, isi, guru, alat bantu belajar, fasilitas, teknologi, pengawasan mutu, penelitian, dan biaya. Sedangkan output pendidikan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu konsumtif dan investatif oleh Schulz tahun 1963 (dalam Suhardan, dkk, 2012). Aspek konsumtif berhubungan dengan kesenangan dan manfaat-manfaat yang diterima oleh siswa, keluarganya, dan masyarakat keseluruhan. Sedangkan komponen investatif mencakup berbagai output yang berkaitan dengan tujuan untuk mempertinggi keahlian individu dan masyarakat di masa depan. Sedangkan outcome dapat berupa: kemampuan dasar (membaca, menulis, dan berhitung), keterampilan, kreatifitas, dan sikap.
            Yoyoke (2012) menyebutkan bahwa kegunaan Sistem Informasi Manajemen antara lain:
a)      Meningkatkan aksesibilitas data yang tersaji secara tepat waktu dan akurat bagi para pemakai, tanpa mengharuskan adanya perantara sistem informasi
b)      Menjamin tersedianya kualitas dan keterampilan dalam memanfaatkan sistem informasi secara kritis
c)      Mengembangkan proses perencanaan yang efektif dan strategis.
d)     Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan akan keterampilan pendukung sistem informasi
e)      Menetapkan investasi yang akan diarahkan pada sistem informasi
f)       Mengantisipasi dan memahami konsekuensi-konsekuensi ekonomis dari sistem informasi dan teknologi baru
g)      Memperbaiki produktivitas dalam aplikasi pengembangan dan pemeliharaan sistem;
h)      Organisasi menggunakan sistem informasi untuk mengolah transaksi-transaksi, mengurangi biaya dan menghasilkan pendapatan sebagai salah satu produk atau pelayanan mereka
i)        SIM untuk pendukung pengambilan keputusan sebuah sistem keputusan
j)        SIM mendukung dalam aktivitas/kegiatan manajemen
k)      SIM mendukung fungsi organisasi.

l)        Membuat Sistem Informasi Manajemen

1 komentar:

Pengikut

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.